Tiga Elang Jawa Menjaga Langit Kelud, Simbol Hutan Sehat di Tengah Langkah Berat Javan Wide Leopard Survey

Share

Langit Pegunungan Kelud sisi utara menggetarkan jiwa pagi itu. Sekitar pukul 11.10 WIB, tiga individu Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) melayang tenang di atas tegakan hutan suksesi, sebelum bertengger di pepohonan tinggi. Tim yang menyaksikannya bukan sedang mengamati burung, mereka tengah menapaki jalur terjal untuk Java-wide Leopard Survey (JWLS), survei skala pulau pertama yang dirancang untuk menyelamatkan macan tutul jawa dari ancaman kepunahan.

Penemuan ini dicatat oleh tim gabungan dari Yayasan SINTAS Indonesia dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur (BBKSDA Jatim), yang hari itu bergerak menelusuri punggungan-punggungan curam yang jarang tersentuh manusia. Jalur ini merupakan bagian dari sistem transek untuk pemasangan kamera jebak, guna memantau keberadaan satwa mangsa dan predator kunci.

“Elang jawa adalah indikator utama ekosistem hutan yang sehat. Saat mereka hadir, itu artinya rantai makanan berjalan, tegakan pohon cukup, dan gangguan manusia minim,” ungkap Kuswoyo, PEH BBKSDA Jatim sekaligus sebagai anggota tim survey.

Melihat tiga individu elang sekaligus adalah kejadian langka dan menjadi tanda bahwa pegunungan Kelud masih menyimpan sisa-sisa bentang alam yang perlu segera dilindungi secara nyata.

Java-wide Leopard Survey (JWLS) sendiri merupakan inisiatif kolaboratif pertama untuk memetakan populasi macan tutul jawa secara menyeluruh di Pulau Jawa. Inisiatif ini menggabungkan kekuatan dari berbagai pemangku kepentingan Pemerintah, sebagai otoritas kawasan dan regulator, Yayasan SINTAS Indonesia, sebagai project leader, PT. Djarum sebagai lembaga donor serta organisasi dan masyarakat lokal, sebagai pelaku utama konservasi di tingkat tapak.

Namun, keindahan penemuan ini tak lepas dari bayang-bayang ancaman. Tak jauh dari lokasi penampakan elang, tim menemukan beberapa jaring pemburu dipasang di punggungan terjal, membentang diam di antara tebing dan tegakan. Walik Kembang, Perling, Srigunting, Pleci, dan Punai menjadi spesies primadona untuk dipaksa keluar dari habitatnya meskipun semuanya adalah bagian penting dari ekosistem yang sama.

Temuan ini menjadi dualisme yang nyata, satu sisi harapan melalui kehadiran predator langka, sisi lain kerentanan akibat ulah manusia.

Hutan Pegunungan Kelud belum mati. Langitnya masih dijaga oleh sang Garuda. Namun, seberapa lama penjaga itu bisa bertahan, itu kini bergantung pada seberapa kuat komitmen kolaboratif antara negara, ilmu pengetahuan, pelaku tapak, dan publik luas untuk mengembalikan martabat hutan Jawa.

Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda pada Balai Besar KSDA Jawa Timur.