Cagar Alam Pulau Saobi, salah satu benteng terakhir ekosistem hutan pantai di selatan Pulau Kangean, kembali mengirim isyarat penting. Hasil Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan (METT v4.4) tahun 2025 menunjukkan angka 62,63%, turun signifikan dari 72% pada tahun 2023. Penurunan ini membuka diskusi serius tentang tantangan, kapasitas, dan masa depan konservasi di pulau kecil yang jauh dari pusat kota ini.
Penilaian yang dilaksanakan pada 19 November 2025 di Balai Desa Saobi tersebut menghadirkan 20 peserta yang mewakili unsur pemerintahan, keamanan, lembaga desa, tokoh masyarakat, hingga warga setempat. Kehadiran unsur Camat Kangayan, Kapolsek Kangayan, Koramil Arjasa, perangkat desa, dan perwakilan masyarakat menunjukkan bahwa Saobi bukan sekadar kawasan konservasi, tetapi juga jantung ekologis yang mempengaruhi kehidupan sosial-budaya masyarakat pulau.
Dalam sesi penilaian, fasilitator mencatat adanya perubahan signifikan dalam teknik dan indikator METT, terutama penambahan variabel baru seperti Jasa Lingkungan dan Karbon. Kedua indikator ini belum memiliki data kajian yang memadai, sehingga menurunkan nilai total kawasan. Dari sisi internal, keterbatasan sarana prasarana, minimnya SDM, serta kapasitas personil yang belum merata turut menjadi penyebab penurunan skor.
Namun, temuan lapangan menunjukkan dinamika menarik. Tingkat pelanggaran kawasan justru menurun, pencurian kayu, perburuan rusa, dan pengambilan telur burung gosong kini semakin jarang terdengar. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya kelestarian Pulau Saobi tampak meningkat. Sebaliknya, konflik satwa dan manusia menunjukkan tren naik, terutama akibat rusa keluar kawasan dan merusak tanaman warga, serta aktivitas penggembalaan yang melampaui batas kawasan.
Pemerintah desa dan lembaga pendidikan setempat menyampaikan dukungan penuh terhadap program sosialisasi konservasi, terutama bagi generasi muda. Saobi adalah warisan. Jika tidak diperkenalkan sejak dini, generasi muda mendatang tidak lagi mengenali alamnya.
Kegiatan penilaian sendiri tidak berlangsung tanpa hambatan. Ketiadaan listrik memaksa fasilitator melakukan seluruh proses secara manual dengan mencatat hasil satu per satu. Namun keterbatasan itu tidak menghalangi upaya untuk mendapatkan gambaran paling jujur tentang kondisi pengelolaan CA Pulau Saobi.
Di balik angka 62,63% yang tampak sederhana, tersimpan pesan penting, Saobi sedang memasuki babak baru tantangannya. Bukan hanya soal kepatuhan terhadap indikator, tetapi bagaimana menjaga harmoni antara ekosistem kecil yang rentan dan komunitas manusia yang hidup berdampingan dengannya.
Kini, Saobi kembali bertanya kepada kita semua. Apakah kita siap menjawab panggilan pulau kecil yang menjaga keseimbangan alam di Cagar Alam Pulau Saobi ini? (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 2 Gresik – Balai Besar KSDA Jawa Timur