Komitmen menjaga hutan tidak berhenti pada seremoni. Usai peringatan Hari Ulang Tahun ke-42 Saka Wanabakti, semangat bakti pada alam diterjemahkan ke dalam praktik lapangan yang konkret (19/12/2025).
Di Jawa Timur, kader muda Pramuka Saka Wanabakti mendapat kesempatan langka, belajar langsung dari Tim Matawali Balai Besar KSDA Jawa Timur tentang cara mengenali satwa liar, memahami perannya di alam, hingga membaca risiko konflik yang muncul ketika habitat kian menyempit.
Kegiatan edukatif ini menjadi bagian lanjutan dari peringatan HUT Saka Wanabakti yang digelar pada 19 Desember 2025 di Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Sidoarjo. Setelah rangkaian acara utama, para peserta dari berbagai pangkalan Saka Wanabakti mengikuti sesi Krida Reksawana, salah satu krida inti yang menitikberatkan pada keragaman hayatindan konservasi jenis satwa.
Dalam sesi tersebut, peserta diperkenalkan pada teknik identifikasi satwa dilindungi dan tidak dilindungi, termasuk pemahaman dasar mengenai ciri morfologi, sebaran, serta perilaku satwa. Salah satu materi yang menarik perhatian adalah pembahasan perbedaan ular sanca batik (Malayopython reticulatus) dan sanca bodo (Python bivittatus), dua jenis ular besar yang kerap memicu kekhawatiran masyarakat akibat ukurannya dan kemunculannya di sekitar permukiman.
Melalui pendekatan edukatif, peserta diajak memahami bahwa perbedaan jenis satwa memiliki implikasi penting dalam penanganan di lapangan, baik dari aspek konservasi, keselamatan manusia, maupun kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Lebih dari itu, diskusi juga diarahkan pada penyebab munculnya interaksi negatif antara manusia dan satwa liar, mulai dari perubahan tutupan lahan, fragmentasi habitat, hingga meningkatnya aktivitas manusia di wilayah jelajah satwa.
Petugas Balai Besar KSDA Jawa Timur yang berbagi pengetahuan dalam kesempatan tersebut dari Pengendali Ekosistem Hutan dan Penyuluh Kehutanan yang tergabung dalam Tim Matahari BBKSDA Jawa Timur. Mereka menjelaskan secara langsung langkah-langkah penanganan awal, pentingnya pelaporan, serta prosedur tindak lanjut yang aman dan sesuai standar konservasi ketika terjadi interaksi negatif manusia dan satwa liar.
Bagi peserta Saka Wanabakti, pembelajaran ini menjadi penguatan peran mereka sebagai mata dan telinga konservasi di lapanga, generasi muda yang tidak hanya mencintai alam, tetapi juga dibekali pengetahuan untuk bertindak bijak dan bertanggung jawab. Di sinilah Krida Reksawana menemukan maknanya, menjembatani pengetahuan ilmiah dengan kesadaran sosial, serta menumbuhkan empati terhadap satwa liar sebagai bagian tak terpisahkan dari ekosistem.
Lebih dari sekadar peringatan usia, HUT ke-42 Saka Wanabakti menjadi penanda bahwa bakti pada hutan dan satwa liar adalah proses belajar yang berkelanjutan. Dari ruang upacara hingga ruang interaksi manusia–satwa di lapangan, Saka Wanabakti dan Balai Besar KSDA Jawa Timur menegaskan satu pesan penting: melindungi alam dimulai dari memahami kehidupan yang hidup di dalamnya. (dna)
Penulis: Fajar Dwi Nur Aji – PEH Ahli Muda BBKSDA Jatim
Editor: Agus Irwanto
Sumber: Balai Besar KSDA Jawa Timur