JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Kehutanan mengumumkan draf revisi UU Konservasi menjadi Undang-Undang Keanekaragaman Hayati. Di sana diatur lebih detail tata cara pengelolaan spesies hingga ke tingkat genetikanya.
Revisi ini ditargetkan selesai tahun 2013. UU itu akan menggantikan UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Darori, pekan lalu, di Jakarta, mengatakan, pihaknya mengusulkan agar hukuman bagi pelanggar UU Konservasi diperberat. Contohnya, pada UU No 5/1990, hukuman bagi pelaku yang menyimpan/memelihara/mengangkut/ memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan mati adalah penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.
”Saya minta hukuman penjara minimal 10 tahun agar ada efek jera,” ujarnya. Ia mencatat, vonis hakim tertinggi pada penyelundupan penyu di Kalimantan Timur oleh warga negara asing ”hanya” penjara 4 tahun, kapal dilelang, dan penyu dimusnahkan. Vonis kasus jual-beli kulit harimau sumatera hanya 3 bulan.
Secara terpisah, Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia, mengharapkan aspek kesejahteraan masyarakat di dalam atau di sekitar areal konservasi diperhatikan melalui revisi UU Konservasi. Libatkan masyarakat hutan dalam setiap perencanaan, pemanfaatan, dan perlindungan sumber daya alam hayati.
Publik dapat memberi masukan dan saran atas RUU ini kepada Sekretariat Tim Penyusun RUU Kehati melalui e-mail: rhendriknasution@dephut.go.id.