Perdagangan Online Harimau Sumatra Masih Marak

Share

 

Walau berbagai pihak telah berupaya mencegah fenomena ini, nyatanya perdagangan satwa liar belum menunjukkan penurunan. Nampaknya perdagangan ilegal satwa dilindungi masih marak terjadi di Indonesia. Selasa (4/11), kerja sama antara Wildlife Crimes Society (WCS), pemerintah pusat, dan lokal berhasil menggagalkan perdagangan online bagian tubuh harimau sumatra. 
 
Setidaknya satu orang ditangkap di Bandar Lampung yang berjarak 90 kilometer dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). TNBBS merupakan habitat penting bagi Pantheria tigris sumatrae alias harimau sumatra.
 
Sementara satu pelaku lain tertangkap di pelabuhan Merak ketika ingin melakukan pengiriman barang keluar pulau Sumatra. Harimau sumatra diawetkan dan dijadikan dekorasi rumah, seperti boneka harimau, hingga hiasan kulit. Untuk boneka berbentuk harimau asli dibandrol sekitar 5.000 hingga 7.000 dollar Amerika. 
 
Artinya mereka telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dengan ancaman penjara lima tahun dan denda Rp100juta.
 
“Penangkapan baru-baru ini menunjukkan bahwa Indonesia serius dalam menghadapi para pedagang satwa liar,” ujar Joe Walston, Vice President for Conservation Field.
 
Pihaknya pun memuji Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Departemen Kehutanan, dan Kepolisian Lampung atas tindak penyelamatan satwa liar dari perdagangan ilegal.
 
Sejak 2003, WCS berkerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk pengadaan data dan teknis penyelidikan dan penuntutan kejahatan perdagangan ilegal. Upaya ini telah menggagalkan perdagangan satwa liar seperti owa jawa, siamang, berbagai jenis burung langka, komodo, serta trenggiling.
 
“Kolaborasi dengan pihak berwenang Indonesia sangat penting dalam upaya penegakan hukum (perdagangan satwa secara ilegal),” kata Walston.
 
Sementara dalam sebuah penelitian di Bulletin tentang perdagangan liar, mengungkap bahwa sejak 2012 tidak ada penurunan penjualan bagian tubuh harimau.