Menjaga Dua Alam Bawean, Antara Karang, Burung dan Rusa Bawean

Share

Saat sinar mentari memecah permukaan laut Pulau Noko, satu tim penyelam turun perlahan, membawa kerangka logam berbentuk jaring laba-laba berisi bibit karang. Di waktu yang hampir bersamaan, tim lainnya menyusuri aliran sungai di Langpelem, di jantung Pulau Bawean, mencari jejak rusa endemik yang semakin sulit dijumpai dengan mata telanjang.

Inilah rangkaian kegiatan penguatan fungsi konservasi keanekaragaman hayati Pulau Bawean, yang dilaksanakan oleh Balai Besar KSDA Jawa Timur pada 20–26 Juli 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi perjanjian kerja sama dengan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dan PT Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal Surabaya, yang secara simultan menyatukan riset, edukasi, dan perlindungan satwa liar serta ekosistem laut.

Ekosistem Laut, Antara Harapan dan Kerentanan
Di Cagar Alam Pulau Noko dan Pulau Nusa, tim melakukan monitoring kondisi terumbu karang menggunakan metode transek sepanjang 50 meter. Hasilnya menggambarkan lanskap bawah laut yang masih menjanjikan. Pulau Noko dijumpai Tutupan karang hidup mencapai 74,64% dengan indeks keanekaragaman kategori sedang. Sedangkan Pulau Nusa dijumpai Tutupan karang hidup sebesar 60,20% dengan indeks keanekaragaman masuk kategori rendah.

Kehidupan laut masih memperlihatkan kompleksitas, Sabellastarte sp., Nerita, Trochus, Phyllidiella, Tridacna, dan Linckia, masih dapat dijumpai meskipun tekanan lingkungan dan perubahan iklim terus membayangi. Sebagai bagian dari pemulihan aktif, dilakukan transplantasi karang di Pulau Noko.

Lima unit struktur “Web Spider” ditanam, membawa total 75 bibit karang dari genus Acropora, Anacropora, dan Montipora. Upaya ini bukan sekadar tindakan teknis, namun pernyataan bahwa laut Bawean masih layak diperjuangkan.

Langit Migrasi dan Sarang yang Menetas
Pada bentang pantai kedua pulau, kegiatan pengamatan burung air mengungkap peran penting Bawean sebagai titik migrasi dan lokasi berkembang biak. Di Pulau Noko, ditemukan 5 jenis burung air, dengan total 287 individu.

Ada Dara laut tengkuk hitam (Sterna sumatrana) 127 individu, Dara laut jambul (Thalasseus bergii) 156 individu, dan ditemukan pula 10 butir telur burung air di pesisir pasir putihnya.

Sedangkan di Pulau Nusa, teramati pula 5 jenis aves, Sterna sumatrana 113 individu dan 2 anak, Onychoprion fuscatus 77 individu dan 1 anak, Fregata ariel, Haliaeetus leucogaster, hingga Pernis ptilorhynchus juga teramati. Jumlah telur yang ditemukan mencapai 87 butir.

Enam jenis burung migran terekam dalam pengamatan. Mereka datang dari lintas benua, membawa pesan bahwa garis pantai Bawean masih menjadi rest area alami bagi burung-burung langka dunia.

Ekspedisi Malam Langpelem
Saat cahaya terakhir memudar di Langpelem, tim bergerak dalam hening menyusuri sisi-sisi sungai dalam pengamatan satwa malam. Selama 5 jam, sebanyak 15 spesies satwa dari 5 taksa berhasil diamati.

Ular weling (Bungarus candidus), Ular pucuk, Kadal kebun, Cyrtodactylus sp. serta Amfibi berupa Katak sawah dan kongkang kolam. Pada serangga dijumpai Lipan, kaki seribu, dan kupu-kupu malam.

Sedangkan pada burung malam teramati Tyto alba, Orthotomus ruficeps, serta mamalia berupa Tikus hutan yang sulit diamati di siang hari. Kehadiran spesies ini mencerminkan kualitas ekosistem yang masih hidup, meski tekanan dari fragmentasi habitat terus mengintai.

Mencari Jejak Rusa yang Tersembunyi
Salah satu puncak kegiatan adalah pemasangan 9 unit camera trap di kawasan pembinaan habitat Rusa Bawean (Axis kuhlii). Penentuan titik pemasangan didasarkan pada temuan bekas gesekan tanduk, jejak kaki, dan feses di area Langpelem. Kamera akan merekam secara otomatis selama 3 bulan, dan akan dimonitor setiap 3 minggu untuk melihat keberadaan, pola ruang, dan perilaku Rusa Bawean yang endemik dan kritis itu.

Teknologi ini menjadi mata ketiga bagi tim konservasi dalam merekam tanpa mengganggu, mencatat tanpa suara, dan menyimpan harapan dari perjumpaan langka yang mungkin tak terlihat oleh mata manusia.

Konservasi Sebagai Kolaborasi dan Peradaban
Program ini adalah buah dari sinergi, antara pemerintah (BBKSDA Jatim), dunia akademik (UIN Sunan Ampel Surabaya), dan korporasi (PT Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal Surabaya). Konservasi tidak lagi menjadi tugas satu pihak, melainkan gerakan bersama, melibatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kepedulian sosial untuk menjaga warisan hayati Pulau Bawean.

Dalam diamnya hutan dan dalamnya laut, Bawean menyimpan banyak hal yang belum terungkap. Tapi selama masih ada tangan yang menanam karang, mata yang mengamati burung migran, dan kamera yang menunggu kedatangan rusa, kita tahu, harapan itu masih ada.

Sumber: Fajar Dwi Nur Aji – Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda Balai Besar KSDA Jawa Timur.