Menilai Tingkat Efektivitas Pengelolaan Manggis

Share

Ditutupnya jalan aspal yang dahulu membelah kawasan Cagar Alam (CA) Manggis Gadungan ternyata membuat banyak perubahan terhadap kawasan itu sendiri. Utamanya bergeser lokasi kunjungan masyarakat dari dalam kawasan ke zona penyangga seluas 7 ha lokasinya berada di sekeliling cagar alam tersebut. Begitu pula kegiatan lain yang selama ini mengancam keberadaan cagar alam seperti vandalisme, pengambilan kemiri, dan sampah ikut menurun lajunya.

Itulah salah satu pokok bahasan yang sempat mencuat dalam Management Effectiveness Tracking Tool (METT) yang kali ini kawasan yang dinilai pengelolaannya adalah CA. Manggis Gadungan yang terletak di Desa Manggis Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri. Kegiatan yang dilaksanakan di Graha Dhahar Singosari tersebut di hadiri oleh Kepala Bidang KSDA Wilayah I Madiun beserta staf, Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I beserta staf, Kepala Resort Konservasi Wilayah (RKW) 3, serta para stakeholder dari Kepala Desa Manggis, Kepala Desa Wonorejo, Kepala Desa Satak, Dinas Kehutanan Kab. Kediri, dan KRPH Manggis, 12 Mei 2016.

Belum adanya Key Species atau spesies kunci menjadi halangan tersendiri dalam menjawab beberapa pertanyaan pada penilaian tersebut. Meski beberapa spesies masih sering terlihat di cagar alam, seperti Kalong, Tupai Terbang (Walang Kopo), Musang, Monyet Abu-abu Ekor Panjang, Jelarang, Burung Hantu, Rangkok dan bahkan Elang. Tetapi disisi lain keberadaan satwa-satwa tersebut belum dapat dipastikan apakah penghuni kawasan atau hanya sekedar lewat kawasan cagar alam karena bisa jadi hanya menjadi jalur perlintasannya.

Selain itu keberadaa IAS (invasive aliens species) juga turut dibahas dalam pengelolaan kawasan. Kepala RKW, Eko Hadiyanto, beberapa jenis yang dikategorikan IAS seperti Paitan, Aren dan Sulur sangat merugikan tumbuhan asli cagar alam. Contohnya Sulur yang sejenis liana yang keberadaannya dapat merobohkan pohon besar seperti Leses dan Bendo. Untuk itu ke depan diharapkan ada kegiatan yang terencana dengan baik guna mengatasi keberadaan IAS di dalam cagar alam.

Koordinasi yang baik selama ini dengan pihak Perum Perhutani sangatlah berbuah manis, seperti disepakatinya pemindahan jalan aspal di tengah cagar alam ke kawsan Perhutani, serta di sediakan kawasan Perhutani seluas 7 Ha disekeliling cagar alam untuk di jadikan KPS atau Kawasan Perlindungan Setempat. Meski kawasan tersebut masih menyisakan tanaman Sengon, namun pada tahun 2017 dipastikan tanaman tersebut sudah ditebang dan akan di ganti dengan jenis tanaman yang sama dengan cagar alam. Menurut Sabri, KRPH Manggis, pada Peta 2016 – 2021 bahwa 3 anak petak yang seluas 7 Ha tersebut telah dikeluarkan menjadi petak tersendiri, yakni buffer zone atau KPS tersebut.

Dengan dikeluarkan jalan aspal tersebut ternyata dapat meningkatkan hasil penilaian sebanyak 3%, dari 58% (2015) menjadi 61%. Dalam penutupan kegiatan penilaian, Kepala SKW I Kediri, Ir. Gendreh Marawayan menyebutkan bahwa kegiatan penilaian yang melibatkan pihak-pihak terkait dengan kawasan konservasi membuat penilainnya menjadi lebih obyektif. Dengan hasil tersebut diharapkannya pengelolaan cagar alam lebih diperbaiki utamanya pada beberapa poin yang penilaiannya rendah. Dan ke depan komunikasi dan kerjasama dengan Perum Perhutani serta masyarakat sekitar kawasan dapat dipertahankan dan ditingkatkan. (Agus Irwanto)