Mangrove memiliki keunggulan ekologi yang besar. Selain untuk habitat ikan, udang, dan kepiting, mangrove juga menjadi “rumah” bagi beberapa burung laut. Namun, manfaat terbesar mangrove untuk masyarakat Dukuh Pandansari, Desa kaliwlingi, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah adalah menyelamatkan nyawa mereka.
Ya, selama 20 tahun, wilayah ini memang akrab dengan abrasi air laut. Kondisi ini menyebabkan tambak -pusat mata pencaharian masyarakat setempat- seluas 850 hektare, lenyap. Mangrove mulai ditanam di Dukuh Pandansari sejak tahun 2008. Tanaman ini kemudian dirasakan bermanfaat karena mampu memecah ombak yang akan mendera dukuh.
Di luar itu, mangrove juga menghasilkan keuntungan ekonomi karena menjadi pelestarian kerang, kepiting, dan rumput laut.
“Sejak saat itu, dibentuk kegiatan meringankan bakti lingkungan untuk mengurangi abrasi,” ujar Rusjan, Ketua KBL Mangrove Sari, Dukuh Pandansari, menceritakan sejarah wilayahnya dalam kegiatan “Visit Jurnalis dan Jambore Mangrove, Merajut Sabuk Hijau Pantura-Brebes-Indramayu,” Jumat (23/11) lalu.
“Awalnya ditanam 15 ribu batang mangrove, sekarang sudah satu juta lebih yang berkembang.”
Kendati demikian, bukan hal mudah melestarikan mangrove di wilayah berpenduduk 3.032 jiwa ini. Masih ada masyarakat yang menganggap mangrove sebagai penghalang. Bahkan ada yang menebang dan menjual batangnya sebagai bahan kayu bakar.
Sebagai bentuk sosialisasi, disentuhlah hal yang paling mengena di diri masyarakat setempat: budaya calung. Calung, alat musik dari ruas-ruas bambu yang ditabuh, terbukti bisa menarik perhatian warga. Lebih mengena lagi, calung ini dimainkan anak-anak Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan berkeliling kampung.
“Anak-anak SD dan SMP memang selalu kami libatkan dalam setiap penanaman mangrove. Tujuannya agar tertanam penyadaran sejak dini,” ujar Mashadi, Koordinator Ikatan Petani Pengendali Hama Terpadu Indonesi (IPPHTI) Kabupaten Brebes.
Ditambahkan Mashadi, calung merupakan budaya tradisional Banyumas-Pekalongan, biasanya untuk mengamen di pasar. “Kami manfaatkan itu karena calung unik, gampang, dan menarik perhatian.”
Kegiatan ini akhirnya membuahkan hasil manis karena Dukuh Pandansari mendapat dukungan dari pihak Pemda, mendapat bantuan pos pemantauan mangrove sebanyak dua Unit, normalisasi Sungai Pemali, pembinaan dan pelatihan, serta berbagai penghargaan lingkungan. Di luar itu, pihak swasta dan perguruan tinggi juga tergerak untuk ikut menanam mangrove di kawasan ini.
Menurut Basuki Rahmad, Ketua Program Officer Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), program di wilayah ini berhasil karena adanya kemauan dari masyarakat. “Juga ada semangat kebersamaan dan gotong royong,” ujarnya.
Sumber : nationalgeographic.co.id