Masyarakat Penyangga: Pilar Kelestarian dan Kesejahteraan – Harmoni Konservasi di Pulau Bawean

Share

Di tengah upaya menjaga kelestarian kawasan konservasi, masyarakat penyangga memainkan peran strategis dalam menyeimbangkan perlindungan ekosistem dan peningkatan kesejahteraan ekonomi. Salah satu contoh nyata keberhasilan pendekatan ini dapat dilihat dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Mustika Aren di Pulau Bawean, Jawa Timur.

Dengan pendampingan dari Petugas Balai Besar KSDA Jawa Timur, kelompok ini terus berkembang melalui praktik usaha berbasis konservasi, salah satunya adalah pengelolaan dan pemasaran gula aren. Transparansi dalam pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) secara berkala menunjukkan bahwa sistem ekonomi berbasis komunitas dapat berjalan secara berkelanjutan. Dengan produksi lebih dari 10 ton per bulan, kelompok ini membuktikan bahwa kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan dapat berjalan berdampingan.

Keberhasilan ini tak lepas dari peran penting Nursyamsi, Kepala RKW 10 Bawean, menjelang purna tugasnya, yang senantiasa berkomitmen mendampingi dan mengarahkan kelompok-kelompok masyarakat di sekitar kawasan konservasi serta membangun kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam upaya konservasi di Pulau Bawean. Selain itu, pendampingan intensif dari Uswandi, seorang Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM), turut memperkuat keberlanjutan program ini. Dengan pendekatan langsung kepada kelompok, Uswandi memastikan bahwa setiap langkah yang diambil sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi dan pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan.

KTH Mustika Aren juga berperan dalam upaya konservasi satwa liar melalui sosialisasi perlindungan babi kutil, spesies endemik yang keberadaannya semakin terancam. Dalam kegiatan ini, mahasiswa Universitas Brawijaya Malang turut berkontribusi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga habitat satwa liar tersebut.

Dukungan dari Yayasan BINAYA dalam bentuk bantuan bibit jahe merah semakin memperkuat ekonomi berbasis agroforestri di komunitas ini. Dengan adanya pendampingan dari Balai Besar KSDA Jawa Timur, dan pihak-pihak lainnya, diversifikasi usaha dapat berjalan optimal. Masyarakat tidak hanya mendapatkan manfaat ekonomi, tetapi juga berperan sebagai garda terdepan dalam menjaga kelestarian kawasan konservasi.

Pendekatan ini menjadi bukti bahwa pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi bukan sekadar strategi ekonomi, tetapi juga investasi jangka panjang dalam perlindungan lingkungan. Model seperti ini perlu terus diperkuat dan direplikasi di berbagai wilayah lain guna menciptakan harmoni antara manusia dan alam. (dna)