Di sebuah ruang rapat sederhana di Kantor Seksi KSDA Wilayah III Surabaya, tiga mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya berdiri di hadapan jajaran Balai Besar KSDA Jawa Timur, 7 Agustus 2025. Bukan sekadar menyampaikan laporan akhir magang, mereka bercerita tentang kisah lima minggu penuh peluh, lumpur, ombak, dan suara hutan, perjalanan yang menguji ketangguhan, kecerdasan, dan kepedulian terhadap alam.
Mereka adalah Brilliant Akbar Bima Nusantara, Ishthifa Sriwardhani Adipuspitaningrum, dan Muhammad Shultoni Cahya Ramadhan. Tiga nama yang kini terikat pada kisah konservasi di dua dunia berbeda, konflik satwa.
Menapaki Pulau Bawean, Laboratorium Alam yang Hidup
Pada Resort Konservasi Wilayah 10 Pulau Bawean, langkah pertama mereka dimulai dengan SMART Patrol, menelusuri kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, mencatat potensi kawasan, dan menginisiasi mini riset herpetofauna, burung, serta anggrek liar.
Namun, tidak semua cerita berakhir indah. Di Pantai Selayar, mereka menemukan bangkai penyu, di Pantai Tugu 0, seekor lumba-lumba mati terdampar. Bersama masyarakat dan Dinas Kelautan & Perikanan setempat, mereka mengubah tragedi itu menjadi pelajaran ekologi bagi warga.
Di sela patroli, mereka menjadi duta edukasi dalam program FOLU Goes To School di MA Al-Manar, membicarakan satwa endemik Bawean dan bahaya kebakaran hutan. Mereka juga terlibat dalam S.I.D.I (Small Island Development Initiative), kolaborasi BBKSDA Jatim, UINSA Surabaya, dan PT. Pertamina, yang mencakup monitoring burung air, pemasangan camera trap, dan analisis vegetasi pakan Rusa Bawean.
Dari KTH Mustika Aren, mereka mempelajari cara gula aren menjadi lebih dari sekadar produk, melainkan sumber penghidupan yang menjaga hutan tetap berdiri.
Dari Hutan ke Kota, Interasikasi Negatif Satwa dan Manusia
Pindah ke Surabaya, tantangan berubah wujud. Mereka membantu evakuasi dua ekor monyet ekor panjang dari Plaza Lamongan, serta menangani konflik satwa di Desa Cembor, Pacet, Mojokerto, wilayah di mana monyet liar merangsek ke lahan pertanian warga. Investigasi lapangan, koordinasi dengan Polsek Pacet, perangkat desa, dan UPT Tahura Raden Soerjo menjadi bagian dari keseharian.
Setiap langkah mereka ditutup dengan refleksi mendalam, menautkan setiap kejadian pada dasar hukum, kebijakan konservasi, dan etika lapangan.
Merajut Generasi Konservasi Muda
Hasil magang ini menegaskan pentingnya program magang kolaboratif yang terstruktur, dengan SOP terpadu, penugasan strategis seperti SMART Patrol, konservasi TSL, FOLU Netsink, dan edukasi masyarakat, serta pendamping lapang yang mumpuni.
BBKSDA Jatim menilai, kegiatan ini bukan hanya memberi pengalaman kerja lapangan bagi mahasiswa, tetapi juga membangun potensi kader konservasi masa depan. Data lapangan, publikasi edukatif, dan jejaring kemitraan yang mereka hasilkan menjadi nilai tambah yang tak ternilai.
Dari deru ombak Pulau Bawean hingga udara sejuk Pacet, perjalanan ini membuktikan bahwa konservasi bukan sekadar pekerjaan, ia adalah panggilan jiwa. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 2 Gresik – Balai Besar KSDA Jawa Timur