Di tengah deru perubahan yang mengancam keseimbangan alam, sebuah kelompok kecil di tepian hutan Suaka Margasatwa Pulau Bawean berjuang merajut harmoni antara manusia dan lingkungan. Mereka adalah Kelompok Tani Hutan (KTH) Mustika Aren, Desa Balikterus, Kecamatan Sangkapura, Kabupaten Gresik. Mereka masuk sebagai salah satu KTH Utama dengan perolehan skor 780 dalam simulasi penilaian yang digelar oleh Direktorat Kawasan Konservasi dan BBKSDA Jatim.
Sebagai bagian dari kelompok yang menggantungkan hidupnya pada kelestarian hutan, KTH Mustika Aren bukan sekadar kelompok tani biasa. Mereka adalah penjaga ekosistem, merawat tegakan pohon dengan tangan-tangan kasar yang mengerti betul bahwa pohon bukan hanya kayu, tetapi juga kehidupan. Hutan bagi mereka adalah lebih dari sekadar hamparan hijau, namun sebuah warisan, nafas yang harus dijaga, dan janji yang harus dipenuhi untuk generasi mendatang.
Dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Penilaian KTH yang diselenggarakan pada Senin pagi, 17 Februari 2025, Budi Budiman, S.Hut., M.Sc., Penyuluh Kehutanan Madya, menjabarkan sistem klasifikasi KTH yang menjadi tolok ukur keberhasilan pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Ada tiga jenjang yang menentukan kemampuan suatu kelompok dalam mengelola kawasan hutan, yaitu:
- KTH Pemula – kelompok yang baru terbentuk dengan nilai di bawah 350,
- KTH Madya – kelompok yang mulai berkembang dengan nilai antara 350–700, dan
- KTH Utama – kelompok yang telah mapan dalam kelembagaan, tata kelola, dan usaha ekonomi berbasis kehutanan dengan nilai di atas 700.
Melangkah ke Kelas Utama
Hasil simulasi membuktikan bahwa KTH Mustika Aren telah jauh melampaui ekspektasi, mengukuhkan posisinya sebagai KTH Utama. Skor 780 yang mereka raih bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari upaya panjang dan kerja keras yang selama ini mereka jalani dari menjaga sistem agroforestri, mengelola hasil hutan bukan kayu, hingga membangun komunitas yang mandiri secara ekonomi.
Namun, keberhasilan ini baru permulaan. KTH binaan BBKSDA Jatim itu masih menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah belum teregistrasinya kelompok-kelompok ini dalam sistem resmi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur. Tanpa registrasi, akses terhadap pelatihan, pendampingan, dan bantuan teknis akan tetap terbatas.
Dari Simulasi Menuju Realitas
Menanggapi hal tersebut , BBKSDA Jatim langsung bergerak cepat. Sejumlah langkah strategis telah disusun, termasuk:
- Berkoordinasi dengan Admin Register Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur untuk memastikan KTH Mustika Aren, KTH Mutiara Madu, dan KTH Putra Daun segera mendapatkan nomor registrasi resmi.
- Mendorong KTH Mustika Aren melengkapi dokumen administrasi, sehingga mereka siap menghadapi penilaian riil dalam waktu dekat.
- Menunggu regulasi resmi dari pusat terkait mekanisme penilaian nasional agar sistem klasifikasi KTH dapat diakui secara lebih luas.
Di balik semua ini, ada satu pertanyaan yang lebih besar: bisakah kelompok-kelompok seperti KTH Mustika Aren menjadi pionir dalam membangun ekonomi hijau yang berkelanjutan?
Jawabannya terletak pada tangan mereka sendiri. Dengan pengetahuan yang terus berkembang, akses yang semakin terbuka, dan semangat yang tidak pudar, serta pendampingan yang tak kenal lelah, KTH Mustika Aren telah menunjukkan bahwa hutan bukanlah beban, melainkan aset. Bukan hanya untuk mereka, tetapi juga untuk dunia konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya..
Di tengah perubahan iklim yang semakin nyata, di saat dunia mencari solusi dari krisis lingkungan yang melanda, mungkin kunci jawaban tidak hanya ada di ruang konferensi atau laboratorium penelitian. Mungkin, jawabannya ada di tangan para petani hutan ini, mereka yang hidup, bernapas, dan bekerja selaras dengan alam.
Sumber: Eka Heriyadi (Penyuluh Kehutanan Muda) dan Fajar Dwi Nur Aji (Pengendali Ekosistem Hutan Muda) pada Balai Besar KSDA Jawa Timur