Tak banyak orang bisa menirukan suara Elang Jawa dan mendapat balasan langsung dari penjaga langit tersebut. Tapi Giyanto atau akrab disapa Gik dapat melakukannya. Dan bukan hanya sekali.
Siulan khasnya yang disebut-sebut keramat oleh rekan-rekan petugas BKSDA. Dan telah berkali-kali menjadi jembatan komunikasi antara manusia dengan penjaga langit Gunung Picis – Gunung Sigogor tersebut.
Saat usianya menginjak 33 tahun, Giyanto adalah anggota Masyarakat Mitra Polhut (MMP) Resort 06 Ponorogo, Seksi KSDA Wilayah II Bojonegoro, yang telah mengabdi sejak 2016. Sehari-hari ia mendampingi Polisi Kehutanan dan Pengendali Ekosistem Hutan dalam patroli kawasan dan pengamatan flora-fauna di Cagar Alam Gunung Picis dan Sigogor. Namun, perjalanannya sebagai penjaga rimba tak pernah disangka akan berubah hanya karena sebuah rasa penasaran di tahun 2016.
Kala itu, ia hanya berdiri sebagai penonton dalam sebuah kegiatan pelepasliaran Elang Jawa (Nisaetus bartelsi). Saat Sang Garuda dilepaskan oleh Balai Besar KSDA Jawa Timur dan Yayasan Konservasi Elang Indonesia, disaksikan langsung oleh Bupati Ponorogo. Momen itu menyulut rasa ingin tahu yang membara dalam dirinya.
Setahun berselang, Giyanto mulai mengikuti kegiatan monitoring elang. Ia menyaksikan kembali pelepasliaran elang kedua di tahun 2017. Lalu tergabung dalam kegiatan Summer Camp 2018, sebuah kegiatan eksplorasi keanekaragaman hayati yang melibatkan partisipasi masyarakat, di mana peserta secara langsung berjumpa anakan elang di habitat alaminya.
Tanpa disangka, Giyanto mulai bersiul, bukan dengan maksud apa-apa, hanya iseng dan spontan. Namun siulan itu dibalas. Dari kejauhan, suara khas Elang Jawa menjawab. Sejak saat itu, tiap kegiatan monitoring, ia selalu mencoba. Dan hampir selalu, siulan itu disambut sang penjaga langit.
Bagi tim KSDA, siulan Giyanto bukan sekadar suara. Itu adalah ritual panggilan yang membuka komunikasi liar, menyambungkan batin antara penjaga hutan dan penjaga langit. Tak heran, Giyanto kemudian selalu diajak dalam kegiatan monitoring populasi Elang Jawa oleh BBKSDA Jatim. Sebuah “ritual” siulan menjadi alat bantu alami dalam mendeteksi keberadaan satwa langka tersebut, suatu keahlian yang tak dapat ditiru oleh siapapun, bahkan oleh sesama petugas sekalipun.
Di tahun 2024, takdir Giyanto berubah. 2025 ini Ia resmi akan diangkat sebagai PPPK di Resort Konservasi Wilayah 06 Ponorogo. Dari relawan MMP, kini menjadi bagian resmi dari barisan rimbawan negara. Semua berawal dari rasa ingin tahu. Semua berkat satu burung, satu siulan, dan satu tekad, menjaga sang penjaga di langit Ponorogo agar tetap bebas.
“Elang itu mengajari saya bukan hanya tentang langit, tapi juga tentang harapan,” ujar Giyanto lirih.
“Bukan karena suara saya merdu, mungkin karena hati saya tulus. Maka Elang pun menjawabnya,” imbuhnya.
Kisah Giyanto adalah pengingat bahwa konservasi tidak selalu lahir dari gelar atau pelatihan formal, melainkan dari rasa cinta, rasa penasaran, dan hubungan yang tak terlihat oleh kasat mata. Dan mungkin, suara siulan itu akan terus menjawab, dari lereng-lereng Pegunungan Jawa lainnya.
Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda pada Balai Besar KSDA Jawa Timur