Langit tampak cerah, laut berkilau, dan angin membawa aroma asin khas karang. Saat papan nama baru ditegakkan di tengah tebing karang, empat ekor Cikalang kecil (Fregata ariel) tampak berputar di atas kepala, seolah mengiringi prosesi sederhana namun sarat makna itu.
Sayap mereka yang hitam berkilau melingkari pulau, seperti melambangkan semangat kebebasan dan kesetiaan alam pada ruang hidupnya. Tim SMART Patrol Resort Konservasi Wilayah (RKW) 10 Bawean bersama Mitra Masyarakat Patroli (MMP) Bawean Lestari, dan tiga mahasiswi magang dari Program Studi Sarjana Terapan Pengelolaan Hutan, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan pemasangan papan nama baru di Cagar Alam Pulau Nusa (30/10/2025).
Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, Nur Patria Kurniawan, S.Hut., M.Sc., menyampaikan apresiasi terhadap kegiatan yang melibatkan lintas generasi, petugas, masyarakat, dan mahasiswa ini.
“Papan nama bukan hanya sekadar penanda administratif. Ia adalah lambang kesungguhan kita menjaga kehidupan. Siapa pun yang melihatnya diharapkan sadar, bahwa di sini ada ruang yang harus dihormati dan dijaga kelestariannya,” ujar beliau di tempat terpisah.
Sementara itu, Nur Syamsi, Kepala Resort KSDA 10 Bawean yang akan purna tugas pada akhir Oktober 2025 ini, menyampaikan rasa haru dan bangga di penghujung masa pengabdiannya.
”Pulau Nusa ini adalah saksi sunyi perjuangan kami. Pemasangan papan ini menjadi simbol penutup masa pengabdian saya. Semoga papan ini berdiri lama, dan menjadi pengingat bahwa di sini pernah ada orang-orang yang mencintai alam dengan sepenuh hati,” ujarnya lirih.
Cagar Alam Pulau Nusa: Kecil, Tenang, Penuh Kehidupan
Terletak di sisi Barat Laut Pulau Bawean, Cagar Alam Pulau Nusa adalah pulau kecil yang menyimpan pesona ekosistem karang yang masih alami. Vegetasi didominasi oleh jenis Wijayakusuma (Pisonia grandis) tumbuhan khas Pulau kecil yang tumbuh mengakar di kerasnya karang dan menjadi peneduh dan bersarang alami bagi berbagai jenis burung air.
Ekosistem ini menjadi ruang penting bagi siklus kehidupan fauna dan menjadi laboratorium alami bagi pembelajaran ekologi lapangan.
“Melihat langsung bagaimana pohon Wijayakusuma tumbuh di tepi karang dan burung-burung laut berputar di atasnya, kami benar-benar merasakan bagaimana alam bekerja dalam harmoni,” tutur Shalmiah Aegesti, mahasiswi magang UGM, sambil menatap laut yang memantulkan cahaya sore.
Selain Cagar Alam Pulau Nusa, dua hari sebelumnya, petugas juga menegakkan papan baru di Suaka Margasatwa Pulau Bawean kawasan yang menjadi habitat utama Rusa Bawean (Axis kuhlii), satwa endemik yang menjadi ikon konservasi Jawa Timur.
Kegiatan ini sekaligus mempertegas batas kawasan dan menjadi sarana edukasi bagi masyarakat dan pengunjung agar lebih memahami nilai penting konservasi.
“Kami hanya menjaga agar generasi berikutnya tahu, bahwa pernah ada yang mencintai alam ini dengan sepenuh jiwa,” tutur Nur Hayyan, salah satu anggota tim SMART Patrol sambil menatap matahari sore yang tenggelam di balik garis laut.
Melalui kegiatan sederhana namun bermakna ini, Balai Besar KSDA Jawa Timur menegaskan komitmennya untuk menjaga kawasan konservasi secara utuh, baik dari aspek ekologi, sosial, maupun edukatif.
Setiap papan nama yang berdiri bukan hanya tanda batas, tetapi prasasti kecil dari perjuangan besar manusia untuk mempertahankan harmoni dengan alam. Karena konservasi, sejatinya, bukan hanya pekerjaan. Ia adalah bentuk cinta, dedikasi, dan warisan bagi bumi yang terus bernafas.
Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda pada Balai Besar KSDA Jawa Timur