Hantu Putih dari Dasar Hutan Bawean, Anggrek Tanah Langka Didymoplexis pallens

Share

Di tengah belantara Pulau Bawean yang senyap dan lembap, sebuah temuan tak terduga memecah rutinitas patroli konservasi. Pada rangkaian SMART Patrol yang dilaksanakan Tim RKW 10 Pulau Bawean bersama MMP Bawean Lestari pada 3–10 November 2025, petugas mendokumentasikan temuan langka Anggrek Tanah (Didymoplexis pallens) salah satu flora paling misterius dan jarang terlihat di hutan-hutan Asia Tenggara.

Dikenal sebagai “ghost orchid”, spesies ini tumbuh tanpa daun, tanpa klorofil, dan hanya muncul sesaat di permukaan tanah ketika kondisi mikrohabitat sangat stabil. Tubuhnya yang berwarna putih pucat, rapuh, dan hampir transparan membuat keberadaannya seolah memudar di antara serasah daun. Tidak banyak spesies yang sedemikian memancarkan ketenangan dan keheningan hutan sebagaimana Didymoplexis pallens, dan kemunculannya di Bawean menandakan kualitas ekologi yang masih terjaga di beberapa blok kawasan konservasi pulau tersebut.

Temuan ini dicatat lengkap melalui aplikasi SMART Mobile, koordinat, foto lapangan, deskripsi kondisi, hingga struktur penutup lahan di sekitar titik pengamatan. Pendataan yang sistematis tersebut memberikan dasar ilmiah kuat untuk memetakan keberadaan flora sensitif dan memperbarui basis data keanekaragaman hayati Pulau Bawean.

Patroli yang menjangkau area ±73,75 hektare ini melewati dua blok penting di Cagar Alam Pulau Bawean, Blok Payung-payung dan Blok Gunung Besar. Di sepanjang jalur rutin dan jalur baru yang dibuka berdasarkan analisis kerawanan, tim mencatat keragaman flora kaya struktur, pangopa, kayu bulu, gondang, badung, tenggulun, pala hutan, hingga jati yang tumbuh menyebar.

Di batang-batang pohon tua, anggrek epifit seperti Rhynchostylis retusa, Dendrobium secundum, Vanda sp., Cymbidium bicolor, dan Phalaenopsis amabilis menghiasi tingkat tajuk dengan aneka bentuk dan warna. Keberadaan jenis-jenis ini merupakan indikator bahwa ekosistem hutan Bawean masih menyimpan mosaik vegetasi dengan tingkat kelembapan dan struktur yang sesuai bagi pertumbuhan anggrek.

Di lantai hutan, keberadaan Didymoplexis pallens memberikan makna ekologis yang lebih dalam. Spesies mycoheterotrof seperti ini hanya dapat hidup jika jaringan jamur tanah sehat dan simbiosisnya berjalan stabil. Artinya, meski kawasan menghadapi tekanan dari luar, sebagian blok hutan masih memiliki kualitas tanah yang baik.

Selama patroli, tim juga mencatat keberadaan satwa liar yang menjadi bagian penting dari ekosistem, Elang Ular Bawean sebagai raptor yang menjadi ikon pulau. Merbah Belukar, Cinenen Jawa, Madu Kelapa, Raja Udang Punggung Merah, Pergam Hijau, Babi Kutil beserta jejak kubangan dan sarangnya, Monyet Ekor Panjang, Kalong, serta berbagai jenis reptilia seperti Kadal Matahari, Biawak Air, dan Tokek.
Keanekaragaman ini menunjukkan bahwa strata hutan, dari lantai hingga kanopi masih menyediakan ruang hidup bagi banyak spesies.

Tingginya potensi keanekaragaman hayati tak lepas dari bayangan ancaman. Meskipun skalanya terbatas, aktivitas semacam ini dapat mengganggu stabilitas ekosistem mikro, termasuk habitat flora sensitif seperti Didymoplexis pallens.

Selain patroli, tim turut melakukan koordinasi dengan pemerintah desa serta memberikan sosialisasi kepada warga sekitar. Edukasi terus digiatkan karena perlindungan hutan Bawean tidak dapat berdiri hanya pada patrolii, tetapi perlu dukungan penuh dari masyarakat yang hidup berdampingan dengan kawasan konservasi.

Kemunculan Didymoplexis pallens, meski hanya sekecil kelingking, membawa pesan kuat, bahwa di sela tekanan dan perubahan lanskap, hutan Bawean masih menyimpan kehidupan yang halus, rapuh, dan sangat berharga. Spesies ini mengingatkan kita bahwa keutuhan ekosistem ditopang oleh makhluk-makhluk kecil yang jarang terlihat, namun keberadaannya menjadi indikator penting kesehatan hutan.

SMART Patrol kali ini tidak hanya menghasilkan data. Ia membawa kabar tentang harapan. Bahwa selama hutan masih berdiri, “hantu putih” dari dasar tanah tetap akan muncul sebagai penanda bahwa alam Bawean belum menyerah.

Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda di Balai Besar KSDA Jawa Timur