Goodyera sp. di Lereng Gunung Besar, Suaka Margasatwa Pulau Bawean

Share

Bawean, 7 Oktober 2025. Kabut tipis turun perlahan menutupi lereng Gunung Besar di jantung Pulau Bawean pagi itu. Di antara suara serangga hutan dan gemericik air yang menetes dari kanopi, sekelompok petugas konservasi berhenti di satu titik tanah lembap. Pandangan mereka tertuju pada sosok mungil yang tampak tak biasa, bunga kecil dengan kelopak pucat kehijauan yang tumbuh dari dasar tanah berlumut.

Bagi mata awam, mungkin itu hanya tanaman liar. Namun bagi mereka yang terbiasa membaca tanda-tanda kehidupan di hutan, bunga itu adalah penanda penting, jejak baru kehidupan yang belum tercatat sebelumnya di Pulau Bawean.

Penemuan tersebut terjadi saat Tim Resort Konservasi Wilayah (RKW) 10 Pulau Bawean melaksanakan kegiatan Smart Patrol di Blok Gunung Besar, Suaka Margasatwa Pulau Bawean (Grid 621). Kegiatan rutin itu bukan sekadar patroli pengawasan, melainkan juga ajang pengamatan dan pencatatan keanekaragaman hayati di kawasan konservasi yang menjadi habitat alami Rusa Bawean (Axis kuhlii).

Pada ketinggian sekitar 404 meter di atas permukaan laut, tim menemukan spesimen anggrek tanah yang belum pernah tercatat sebelumnya di kawasan ini. Berdasarkan pengamatan awal di lapangan, spesimen tersebut diduga termasuk dalam marga Goodyera sp., salah satu kelompok anggrek tanah yang memiliki daun berurat keperakan dan bunga kecil berwarna putih hingga kehijauan.

Tim kemudian melakukan dokumentasi rinci pada bagian bunga, daun, dan batang untuk keperluan identifikasi lebih lanjut. Data morfologi lapangan ini menjadi dasar awal analisis taksonomi yang akan dilakukan lebih lanjut.

“Ciri-ciri morfologinya memperlihatkan kesamaan kuat dengan genus Goodyera, tetapi kami akan memastikan klasifikasinya melalui identifikasi lebih lanjut,” Nur Hayyan petugas KSDA di lapangan.

Kegiatan ini tidak hanya melibatkan petugas konservasi, tetapi juga Masyarakat Mitra Polhut Bawean Lestari, kelompok masyarakat lokal yang telah lama berperan aktif dalam upaya perlindungan kawasan konservasi Pulau Bawean. Kehadiran mereka menjadi wujud nyata keterlibatan masyarakat dalam konservasi berbasis partisipasi, di mana pengetahuan lokal berpadu dengan disiplin ilmiah di lapangan.

Selain itu, kegiatan patroli ini juga diikuti oleh mahasiswa magang dari Program Studi Sarjana Terapan Pengelolaan Hutan, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Para mahasiswa ini ikut mendalami langsung praktik konservasi di lapangan, mulai dari pengenalan vegetasi, teknik pengambilan data biodiversitas, hingga dokumentasi temuan flora dan fauna.

Kolaborasi lintas elemen ini mencerminkan semangat konservasi yang inklusif, di mana pelestarian alam menjadi ruang belajar bersama antara petugas, masyarakat, dan akademisi. Mereka menyatu dalam satu tujuan untuk menjaga kehidupan hutan agar tetap berdenyut.

“Setiap langkah di hutan adalah pembelajaran. Dan setiap temuan baru adalah bukti bahwa alam masih berbicara kepada kita, selama kita mau mendengarkan,” tutur Shalmiah Aegesti, salah satu mahasiswa magang dengan nada kagum setelah melihat langsung spesimen anggrek tersebut.

Secara ekologis, keberadaan Goodyera sp. menunjukkan kondisi hutan yang masih sehat dan stabil. Anggrek tanah seperti ini dikenal sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Ia tumbuh hanya di kawasan dengan kelembapan terjaga, pencahayaan terfilter, dan substrat tanah yang kaya bahan organik.

Dengan demikian, kemunculan spesies ini menjadi indikator alami kualitas ekosistem di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Bawean. Pulau Bawean selama ini dikenal karena kekayaan faunanya, dari Rusa Bawean hingga berbagai jenis burung endemik. Namun di balik keanggunan satwa-satwanya, hutan Bawean juga menyimpan keragaman flora yang luar biasa, termasuk anggrek-anggrek hutan yang masih menunggu untuk ditemukan dan dikenali.

“Penemuan ini menjadi catatan penting bagi data keanekaragaman hayati di Pulau Bawean. Selain menambah daftar jenis anggrek, juga menjadi bukti bahwa hutan kita masih menyimpan potensi flora yang belum terungkap sepenuhnya,” ungkap Nursyamsi, Kepala Resort Konservasi Wilayah 10 Pulau Bawean.

Spesimen Goodyera sp. yang ditemukan akan dianalisis lebih lanjut untuk konfirmasi taksonomi dan status konservasinya. Hasil identifikasi ini nantinya akan menjadi bagian dari database biodiversitas BBKSDA Jawa Timur, sekaligus mendukung penyusunan strategi perlindungan dan pengelolaan flora di Pulau Bawean.

Balai Besar KSDA Jawa Timur berkomitmen untuk terus melakukan eksplorasi biodiversitas dan penguatan fungsi konservasi, tidak hanya melalui patroli rutin tetapi juga dengan riset kolaboratif dan edukasi lapangan yang melibatkan berbagai pihak.

Di tengah kesunyian hutan Bawean, bunga mungil dari tanah itu seolah menyampaikan pesan yang dalam, bahwa alam masih berbicara, dalam bahasa yang hanya dapat dimengerti oleh mereka yang mau berhenti, mengamati, dan mendengarkan. Dan pagi itu, di lereng Gunung Besar, pesan itu didengar, oleh para penjaga alam, masyarakat Bawean, dan generasi muda calon pengelola hutan Indonesia.

Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda pada Balai Besar KSDA Jawa Timur