Di tengah bentang hijau tropis yang membingkai Pulau Bawean, sekelompok anak muda duduk berbaris di sebuah ruangan sederhana. Mereka bukan sekadar siswa. Mereka adalah calon penjaga masa depan hutan, pewaris ekosistem pulau kecil yang menjadi rumah bagi rusa endemik Axis kuhlii dan kehidupan liar lainnya yang rentan oleh perubahan zaman.
Dalam kegiatan bertajuk “FOLU Goes To School, Edukasi Konservasi Lingkungan dan Pencegahan Kebakaran Hutan untuk Generasi Muda di Pulau Bawean”. Harapan disemai melalui dialog, permainan, dan kuis edukatif yang dibawakan langsung oleh para narasumber dari Balai Besar KSDA Jawa Timur.
Sebanyak 50 siswa MA NU Padang Jambu, duduk penuh antusias, menyimak penjelasan tentang fungsi kawasan konservasi, bahaya kebakaran hutan, serta peran mereka sebagai generasi yang akan hidup paling lama di bumi yang kini terluka. Program yang digelar 4 Agustus 2025 ini merupakan bagian dari Pemanfaatan Dana Layanan Masyarakat melalui dukungan kerja sama Indonesia – Norwegia Tahap 2, di bawah naungan misi besar nasional, Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, upaya mencapai keseimbangan emisi karbon di sektor kehutanan dan lahan.
“Jangan hanya memikirkan hari ini,” ungkap Nur Syamsi – Polhut Penyelia dalam sesi diskusi.
“Bayangkan Bawean tanpa pohon, tanpa udara bersih, tanpa rusa. Siapa yang akan menyelamatkan jika bukan kalian?”, lanjutnya.
Pernyataan ini bukan sekadar retorika. Di Bawean, hutan bukan hanya hamparan hijau, ia adalah sumber air, penjaga cuaca, dan ruang hidup terakhir bagi satwa endemik. Namun, hutan juga rapuh, dilukai oleh api, ditekan oleh sampah, dan dikepung oleh ketidaktahuan.
Melalui pendekatan yang membumi dan dialogis, para siswa tidak hanya menjadi pendengar, tapi juga penanya aktif, menanggapi kuis, dan menyuarakan kegelisahan serta rasa ingin tahu mereka terhadap isu lingkungan.
Kegiatan ini merupakan Chapter ke-3 dari rangkaian FOLU Goes to School yang dilaksanakan oleh Kelompok Pelestari Hutan (KPH) Bawean Lestari, sebagai bentuk nyata komitmen lokal dalam mendukung target nasional. Kehadiran BBKSDA Jatim memperkuat sinergi antar lembaga, memadukan pengetahuan ilmiah dengan pendekatan sosial-kultural.
Lebih dari sekadar pembelajaran, kegiatan ini adalah percikan api yang menyalakan kesadaran. Bahwa menjaga hutan bukan tugas orang tua mereka, bukan sekadar proyek pemerintah atau LSM, tapi jalan hidup yang harus mereka pilih sejak muda.
Pulau kecil ini mungkin terpisah dari hiruk pikuk daratan Jawa, tapi dari sinilah gelombang perubahan bisa dimulai. Sebab, masa depan FOLU Net Sink bukan sekadar deretan angka dalam dokumen kebijakan, tapi wajah-wajah muda yang pagi ini duduk bersila, menatap lekat pada peta hutan dan bertanya: “Bagaimana caranya kami bisa ikut menjaga?” (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 2 Gresik – Balai Besar KSDA Jawa Timur