Sore itu, Kamis (11/9/2025), langit Cagar Alam Manggis Gadungan diselimuti warna keemasan ketika rombongan dari Balai Taman Nasional Kutai, BKSDA Kalimantan Timur, dan PT Pupuk Kaltim tiba di pos jaga kawasan. Kunjungan ini bukan sekadar silaturahmi. Mereka datang untuk belajar, menanam, sekaligus menggali hikmah dari pohon yang sering dianggap sederhana, namun menyimpan kekuatan besar bagi hutan tropis: ficus.
Setiba di lokasi, para tamu langsung diarahkan menuju Pusat Ficus Nasional (PFN), zona penyangga yang kini menjadi pusat pembelajaran dan konservasi. Dengan dipandu para relawan dari Yayasan Masyarakat Ficus Indonesia dan Wild Water Indonesia, mereka menanam 12 bibit ficus.
Setiap bibit yang ditanam seakan menjadi simbol harapan bahwa pohon-pohon ini kelak akan menyediakan pakan alami bagi satwa, menjadi tempat berlindung bagi burung, dan meredam potensi konflik antara manusia dengan monyet ekor panjang yang sering terjadi di sekitar kawasan.Pohon Ficus adalah penyedia makanan yang setia. Saat pohon lain berhenti berbuah, ficus tetap menghasilkan. Itulah mengapa ia disebut pohon penjaga ekosistem.
Bagi satwa seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), ketersediaan buah ficus menjadi penyelamat. Tanpa pohon ini, mereka terpaksa keluar hutan, mencari makan di kebun warga, dan akhirnya memicu konflik. Dengan menanam ficus, manusia memberi jalan agar satwa bisa tetap tinggal di rumah alaminya.
Acara kunjungan juga diisi dengan sambutan dari Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, Nur Patria Kurniawan, yang menyampaikan ucapan selamat datang sekaligus memperkenalkan berbagai inisiatif komunitas lokal. Salah satunya adalah program penanganan konflik satwa berbasis habitat dan edukasi masyarakat.
“Kami percaya, menjaga harmoni bukan dengan mengusir satwa, tetapi dengan mengembalikan mereka ke rumah sejatinya yaitu hutan,” ujarnya.
Sambutan juga datang dari Kepala Balai TN Kutai dan Vice President PT Pupuk Kaltim. Keduanya menegaskan tujuan studi tiru ini yaitu untuk menggali inspirasi dari Jawa Timur, untuk diterapkan di Kalimantan, wilayah dengan tantangan konflik satwa yang serupa.
Suasana semakin hidup saat sesi diskusi. Perwakilan PT Pupuk Kaltim bertanya: bagaimana mencegah konflik satwa dengan masyarakat? Jenis ficus apa yang tumbuh cepat dan bisa segera diaplikasikan di Kalimantan?
Relawan menjawab tegas, Ficus variegata atau pohon gondang adalah solusi yang tepat. Pertumbuhannya relatif cepat, buahnya berlimpah, dan menjadi favorit satwa pemakan buah.
“Kuncinya adalah habitat. Jika satwa punya cukup makanan, mereka tak perlu mencari ke kebun manusia,” jelasnya.
Kegiatan diakhiri dengan penyerahan cinderamata berupa buku Ficus CA Manggis Gadungan dan CA Besowo Gadungan dari BBKSDA Jatim kepada masing-masing tamu. Buku itu bukan sekadar dokumentasi, melainkan warisan pengetahuan untuk menyebarkan semangat konservasi ke daerah lain.
Rombongan meninggalkan kawasan dengan senyum puas, membawa pulang inspirasi tentang bagaimana satu pohon sederhana mampu mengubah hubungan antara manusia dan satwa.
Kunjungan ini menjadi pengingat, bahwa solusi konflik satwa tidak selalu rumit. Kadang, jawabannya ada pada akar yang merambat, daun yang rindang, dan buah yang setia hadir sepanjang musim. Ficus adalah jembatan yang menghubungkan manusia, satwa, dan hutan dalam satu lingkaran kehidupan yang utuh.
Di tanah Gadungan, 12 bibit itu bukan sekadar pohon. Mereka adalah janji, bahwa harmoni bisa tumbuh kembali, seteguh akar ficus yang menancap di bumi. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 1 Madiun – Balai Besar KSDA Jawa Timur