Lima belas mahasiswa Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Malang mengikuti rangkaian Studi Lapang 1 dan 2 di Baung Canyon Camping Ground – Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung, 14–15 November 2025. Selama dua hari, lokasi ini berubah menjadi ruang belajar terbuka yang mempertemukan mereka dengan berbagai praktisi kehutanan dan konservasi.
Materi pada hari pertama dibuka dengan pengantar dari jajaran dosen pengampu sebelum mahasiswa menerima wawasan tentang Pengelolaan Hutan di Jawa, yang dibawakan oleh Muklisin, S.Hut., Administratur KPH Banyuwangi Barat. Sesi ini mengulas bagaimana struktur pengelolaan hutan produksi dan konservasi saling berhubungan dalam konteks Jawa yang padat penduduk dan beragam kepentingan lahan.
Materi berikutnya disampaikan oleh Jessica Viade Agustin, S.Hut., M.Sc., dari JLC–TAF Jawa Timur. Ia memaparkan Teknik Dasar Pengamatan Satwa Liar dan Habitatnya, disertai praktik membaca tanda-tanda keberadaan fauna di alam. Malam harinya, para mahasiswa mengikuti pengamatan satwa malam, juga dipandu oleh Jessica bersama tim, memberi gambaran tentang dinamika perilaku satwa nokturnal di kawasan hutan.
Sesi malam dilanjutkan dengan pembahasan Dasar-Dasar Konservasi di Indonesia, yang disampaikan oleh Fajar Dwi Nur Aji, S.Hut., M.Vet., dari Balai Besar KSDA Jawa Timur. Materi ini menjadi kerangka penting bagi mahasiswa untuk memahami hubungan antara kebijakan konservasi, perlindungan keanekaragaman hayati, serta dinamika pengelolaan kawasan di Indonesia.
Pada Sabtu pagi, praktikum pengamatan satwa liar kembali dipandu oleh Jessica dan tim alumni, sebelum dilanjutkan dengan Dasar-Dasar Ekologi Hutan dan Praktik Pembuatan Herbarium oleh Toni Artaka, S.Hut., dari Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Mahasiswa belajar langsung mengenai karakter vegetasi hutan, struktur ekosistem, serta cara mendokumentasikan spesimen tumbuhan secara ilmiah.
Sesi yang paling menyedot perhatian peserta datang pada pertengahan hari. Benediktus Rio Wibawanto, S.Hut., M.Sc., Kepala Seksi KSDA Wilayah VI Probolinggo, hadir memberikan materi Dasar-Dasar Ekowisata. Berdasarkan pengalamannya menangani berbagai kawasan konservasi di Nusa Tenggara dan di Jawa Timur, beliau menggambarkan bagaimana ekowisata dapat berjalan efektif ketika memperhatikan daya dukung kawasan, pola kunjungan, pelibatan masyarakat, serta perlindungan flora-fauna yang sensitif terhadap aktivitas wisata. Materi disampaikan melalui berbagai contoh lapangan dan praktik pengelolaan kawasan wisata alam yang menuntut keseimbangan antara edukasi lingkungan, keberlanjutan ekonomi, dan kelestarian ekosistem.
Sebagai penutup rangkaian pembelajaran, mahasiswa mempelajari Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia dari Ali Purwanto, S.Hut., M.Sc., Kepala SPTN Wilayah Ambulu, Taman Nasional Meru Betiri. Sesi ini mempertegas peran kelembagaan konservasi dan tantangan pengelolaan kawasan lindung dalam menghadapi tekanan aktivitas manusia.
Dalam dua hari yang padat, TWA Gunung Baung menjadi laboratorium hidup yang memperlihatkan kepada mahasiswa bahwa hutan bukan hanya ruang kajian ilmiah, tetapi ruang hidup dengan keterhubungan sosial-ekologis yang kompleks. Lewat narasumber dari beragam lembaga dan pengalaman lapangan yang intens, para peserta memperoleh pemahaman nyata tentang dunia konservasi modern, dinamis, menantang, dan penuh tanggung jawab.
Mahasiswa meninggalkan Baung Canyon dengan pengalaman yang tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi membentuk cara pandang baru tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam di tengah tekanan zaman.
Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda di Balai Besar KSDA Jawa Timur