Sebuah Kisah sederhana tentang kepedulian manusia dan kehidupan yang masih berdenyut di antara kebun-kebun pinggir sungai. Di bawah rimbun daun pisang yang basah oleh embun malam, seekor makhluk kecil menggulung tubuhnya rapat-rapat.
Bersisik seperti tetesan perunggu, diam namun waspada. Ia adalah Trenggiling jawa (Manis javanica), satwa pemakan semut yang kini semakin langka di hutan-hutan Jawa.
Malam itu (15/10/25), Muhammad Sasunil Huda, warga Dusun Jampirogo, Kecamatan Soko, Kabupaten Mojokerto, tengah mencari pakan ikan di tepi sungai yang mengalir tak jauh dari rumahnya. Saat langkahnya berhenti di bawah rumpun pisang, ia menemukan satwa yang awalnya dikira ular itu, namun ketika didekati ternyata seekor satwa yang tidak asing asing di antara bayang daun.
Namun alih-alih mengusir atau mengabaikan, ia justru memilih tindakan yang tak banyak dilakukan orang: menyelamatkan. Dengan kesadaran dan kepedulian, ia segera menghubungi Resort Konservasi Wilayah 09 Mojokerto, Seksi KSDA Wilayah III Surabaya, untuk menyerahkan Trenggiling tersebut kepada negara melalui Balai Besar KSDA Jawa Timur (BBKSDA Jatim).
Tindakan sederhana itu menjadi simbol besar tentang bagaimana nurani manusia masih menjadi penjaga terakhir bagi alam yang terluka.
Malam yang Menyentuh Batas Nurani
Keesokan harinya, Kamis, 16 Oktober 2025, tim Resort KSDA Wilayah 09 Mojokerto melakukan evakuasi. Satwa tersebut berjenis kelamin jantan, dalam kondisi hidup dan sehat tanpa luka.
Trenggiling itu kemudian diserahkan ke Wildlife Rescue Unit (WRU) BBKSDA Jawa Timur di Surabaya untuk menjalani proses penyelamatan, rehabilitasi, dan persiapan pelepasliaran ke habitat alaminya. Langkah ini menjadi bagian dari implementasi Program MATAWALI (Penyelamatan Satwa Liar), sebuah pendekatan konservasi berbasis empati, yang berupaya menumbuhkan kesadaran ekologis masyarakat dengan menyentuh sisi nurani mereka.
Jejak yang Berulang di Tempat yang Sama
Penemuan Trenggiling di bawah rumpun pisang ini bukan yang pertama. Pada 4 Mei 2023, satwa sejenis juga ditemukan di titik yang sama oleh saudara Muhammad Sasunil Huda. Kawasan tersebut memiliki vegetasi semak, rumpun bambu, pisang, dan aliran sungai, yang menunjukkan karakter habitat alami Trenggiling jawa, meskipun lokasinya tidak biasa.
Kejadian berulang ini menjadi indikasi kuat adanya jalur lintasan alami atau kantong populasi kecil Trenggiling jawa di wilayah Mojokerto bagian selatan. Di antara bentangan kebun dan permukiman, masih tersisa ruang hidup bagi makhluk bersisik pemalu ini, sebuah fragmen kecil dari kehidupan liar yang masih berjuang untuk bertahan.
Dari hasil pengamatan lapangan, sebuah langkah perlu dilakukan kajian populasi dan habitat Trenggiling jawa di wilayah Kecamatan Soko dan sekitarnya untuk memastikan potensi populasi liar dan koordinasi lintas sektor dengan perangkat desa, Babinsa, lembaga pendidikan, dan aparat hukum guna memperkuat pengawasan terhadap peredaran satwa liar.
Harapan dari Sebuah Tindakan Sederhana
Seekor Trenggiling kecil di bawah rumpun pisang mungkin tampak remeh di mata banyak orang, namun kisah di baliknya menyimpan harapan besar bagi konservasi di Jawa Timur. Di tengah desakan modernisasi, masih ada ruang di mana manusia dan satwa liar saling menghormati keberadaannya.
Tindakan seorang warga menjadi bukti bahwa konservasi bukan hanya tugas petugas, melainkan panggilan hati setiap manusia. Dan selama masih ada hati yang memilih untuk menyelamatkan, bukan mengabaikan, maka harapan untuk satwa liar yang hampir hilang itu akan tetap hidup. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 2 Gresik – Balai Besar KSDA Jawa Timur