Ponorogo, 9 September 2025. Riuh tepuk tangan menggema di dalam kemegahan Expotorium Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Sebanyak 1.300 mahasiswa baru dari tujuh fakultas dan 28 program studi menjejakkan langkah pertama mereka dalam dunia akademik, seraya membawa harapan besar bagi masa depan bangsa. Namun, bukan sekadar ilmu yang mereka sambut hari itu, melainkan sebuah panggilan untuk menjadi garda depan konservasi.
Hadir di tengah euforia tersebut, Nur Patria Kurniawan, Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, menyalakan semangat lewat materi bertajuk BESTARI – Budaya, Ekonomi, Sumber Daya Alam Lestari. Dengan suara tegas sekaligus menggetarkan, beliau menekankan bahwa konservasi bukan lagi sekadar menjaga hutan atau menyelamatkan satwa, tetapi juga menghidupkan budaya dan menumbuhkan ekonomi masyarakat tanpa merusak alam.
“Budaya adalah akar, ekonomi adalah tenaga, dan alam adalah nafas kehidupan. Tanpa salah satunya, harmoni akan runtuh,” ujarnya penuh penekanan.
Reyog sebagai Simbol Harmoni
Dalam konteks Ponorogo, pesan itu menemukan wujud nyatanya. Reyog Ponorogo, warisan budaya tak benda yang diakui UNESCO, lahir dari inspirasi alam, burung merak hijau yang kini semakin terdesak habitatnya. Lebih dari 500 Dadak Merak masih dipentaskan di seluruh Ponorogo, menjadi bukti bagaimana satwa liar hidup bukan hanya di hutan, tapi juga di panggung budaya manusia.
Nur Patria mengingatkan, ketika budaya dan konservasi dipisahkan, keduanya sama-sama terancam. “Satwa adalah inspirasi budaya, dan budaya adalah perisai satwa. Keduanya berpadu menjaga harmoni alam,” ujarnya.
Generasi Muda, Garda Depan Konservasi
Di hadapan ribuan mahasiswa, Kepala Balai Besar menegaskan bahwa generasi muda bukan sekadar pewaris hutan, tetapi juga penentu apakah hutan akan tetap ada atau hilang. Mahasiswa didorong untuk tidak hanya menyerap ilmu, tetapi juga aktif menciptakan konten positif di media sosial, melakukan riset, hingga terjun langsung dalam aksi konservasi lapangan.
Universitas Muhammadiyah Ponorogo sendiri telah menanamkan spirit itu, setiap tahun, ribuan mahasiswa diwajibkan menghasilkan konten digital bertema konservasi dan budaya. Strategi ini menjadikan kampus sebagai “laboratorium sosial” tempat sains, seni, dan aksi konservasi berpadu untuk melahirkan perubahan nyata.
Menyulam Harapan
Momentum Mastama 2025 tidak hanya menjadi titik awal perjalanan akademik mahasiswa UMPO, tetapi juga penegasan bahwa konservasi adalah jalan kebudayaan, jalan ekonomi, sekaligus jalan hidup. Harapan pun dipikul ribuan insan muda itu, tumbuh menjadi pribadi yang peduli, inovatif, dan berani menjaga Reyog Ponorogo sebagai jati diri bangsa, serta melestarikan sumber daya alam Jawa Timur untuk generasi mendatang.
“Generasi muda bukan sekadar pewaris, tapi arsitek masa depan. Dari tangan kalian, alam dan budaya akan menemukan nasibnya,” pungkas Nur Patria, menutup materinya dengan tatapan penuh keyakinan.
Sumber: Fajar Dwi Nur Aji, PEH Ahli Muda pada Balai Besar KSDA Jawa Timur