BBKSDA Jatim dan BKSDA Yogyakarta Memetakan Ulang Masa Depan Perizinan & Pengawasan TSL

Share

Di tengah kian rumitnya dinamika pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) di Indonesia, sebuah perjalanan teknis lintas daerah hari ini membuka kembali peta besar konservasi. Balai Besar KSDA Jawa Timur dan Balai KSDA Yogyakarta menyusuri jalur penangkaran, perdagangan, dan lembaga konservasi untuk memahami bagaimana kebijakan yang tertulis di meja kerja benar-benar bekerja di lapangan.

Hari kedua kegiatan upskilling ini (13/11/2025) berkembang menjadi sebuah ekspedisi kecil yang mengantar para peserta menyadari bahwa konservasi tidak hanya hidup dalam dokumen resmi, tetapi juga bergerak melalui rutinitas harian para pengelola satwa, pelaku usaha, dan petugas pengawasan. Pagi itu, perjalanan dimulai dari Mojokerto, di sebuah unit penangkaran yang menjadi ruang lahirnya upaya konservasi ex-situ. Suasana tenang menyambut tim ketika mereka memasuki kawasan penangkaran.

Suara satwa yang samar, ritme langkah petugas kandang, dan aroma vegetasi menciptakan atmosfer yang memperlihatkan kehidupan yang terjaga namun penuh tantangan. Di balik kandang-kandang yang tertata, para peserta mendengar langsung bagaimana asal-usul indukan dicatat dengan cermat, bagaimana setiap satwa diberi identitas melalui microchip, dan bagaimana standar kesejahteraan harus selalu menjadi prioritas agar populasi tidak sekadar bertahan, tetapi berkembang. Penjelasan demi penjelasan membawa peserta pada pemahaman bahwa keberhasilan penangkaran bukanlah hasil dari satu tindakan besar, melainkan detail kecil yang konsisten: pencatatan yang jujur, perawatan yang layak, dan laporan yang akuntabel.

Perjalanan berlanjut ke Sidoarjo, di sebuah tempat yang menghadirkan dunia berbeda, industri pengolahan teripang. Ruangan-ruangan pengeringan dipenuhi aroma laut yang pekat, tumpukan teripang kering tersusun seperti arsip panjang yang mencatat hubungan antara manusia, ekonomi, dan ekosistem pesisir.

Di sinilah peserta menyaksikan alur perjalanan komoditas bernilai tinggi itu, dari pengumpulan bahan baku hingga siap dipasarkan ke luar negeri. Penjelasan mengenai dokumen asal-usul, surat angkut, dan laporan berkala membuka kesadaran bahwa perdagangan yang tampak sederhana sesungguhnya memiliki rantai administratif yang panjang.

Setiap mata rantai harus terhubung dengan benar agar tidak memberi ruang bagi jenis-jenis dilindungi untuk terselip dalam pasar bebas. Diskusi di lokasi ini mengalir hangat, memperlihatkan bagaimana tantangan pasar global seringkali berhadapan langsung dengan kebutuhan pengawasan yang ketat.

Menjelang senja, rombongan memasuki Kebun Binatang Surabaya (KBS), sebuah laboratorium hidup yang menyimpan ratusan cerita konvergensi antara sains, etika, dan edukasi publik. Udara lembap yang mulai turun, pekikan satwa yang saling bersahutan, dan cahaya sore yang tertahan di antara pepohonan besar menciptakan suasana yang membuat diskusi berlangsung lebih dalam.

Pengelola KBS membuka gambaran tentang bagaimana setiap spesimen koleksi diperoleh dengan izin yang tepat, bagaimana mereka menangani satwa titipan yang datang dari berbagai kasus, serta bagaimana mereka menjaga kepercayaan publik melalui standar kesejahteraan yang semakin tinggi. Percakapan juga menyinggung upaya KBS dalam mendukung penyelamatan satwa liar bersama BBKSDA Jatim, serta tantangan baru di era digital ketika persepsi publik bisa berubah hanya karena satu unggahan media sosial.

Dengan menyimak langsung ketiga lokasi tersebut, peserta menyadari bahwa pengelolaan TSL adalah sebuah sistem yang saling terhubung. Data dari penangkaran tidak bisa berdiri sendiri tanpa verifikasi di lapangan. Perdagangan tidak dapat berjalan tanpa kepastian legalitas yang kuat.

Lembaga konservasi tidak bisa berfungsi optimal tanpa koordinasi pengawasan. Semua entitas bergerak dalam satu lingkaran besar, dan keberhasilan masing-masing menentukan kekuatan keseluruhan sistem konservasi nasional.

Hari kedua kegiatan upskilling ini bukan hanya rangkaian kunjungan, tetapi proses penyelarasan perspektif antara dua balai konservasi. Setiap penjelasan, setiap percakapan di lapangan, mempertegas bahwa masa depan pengawasan TSL harus lebih adaptif terhadap perubahan pasar, lebih tegas dalam integritas perizinan, dan lebih berpihak pada keberlanjutan populasi satwa liar di alam.

Pada akhirnya, perjalanan hari ini mengikat kesadaran bersama bahwa konservasi bukan hanya tentang menjaga satwa dari ancaman, tetapi juga memastikan bahwa manusia yang mengelola, mengawasi, dan memanfaatkannya bergerak dalam satu arah yang jujur dan berkelanjutan. Di sinilah sinergi antara BKSDA Yogyakarta dan BBKSDA Jawa Timur menemukan maknanya untuk membangun fondasi baru bagi pengawasan TSL yang lebih kuat, lebih manusiawi, dan lebih selaras dengan masa depan keanekaragaman hayati Indonesia. (dna)

Sumber: Balai Besar KSDA Jawa Timur