Di tengah kesunyian hutan lembab Pulau Bawean, langkah kaki Tim Smart Patrol Resort Konservasi Wilayah (RKW) 10 Pulau Bawean, Seksi KSDA Wilayah III Surabaya, Balai Besar KSDA Jawa Timur, bersama mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan Pengelolaan Hutan, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), terhenti sejenak oleh sesuatu yang tak biasa.
Di antara seresah daun yang basah dan bayang pohon besar di Cagar Alam Blok Gunung Besar, pada ketinggian 275 mdpl, mereka menemukan tumbuhan setinggi hampir satu meter dengan daun hijau tua, lebih mirip daun pandan yang tegak dan rapat di sepanjang batang. Di ujungnya, tersisa tangkai perbungaan dengan buah yang telah pecah, sangat khas buah anggrek seperti belimbing. Jejak keindahan yang terlewat.
Hari itu, Kamis, 16 Oktober 2025, menjadi catatan penting. Tim mencatat 13 individu Neuwiedia veratrifolia Bl. dalam dua grid pengamatan (480 dan 481). Sebuah temuan yang menegaskan bahwa hutan Bawean masih menyimpan kisah lama yang hidup, menjadi rumah yang ideal bagi mereka dan teman-temannya yang lain.
“Bunganya sudah menjadi buah dan sekarang mengering, sepertinya sudah lama selesai mekar,” cerita Nur Hayyan Jaharayah, S.Kom., Petugas RKW 10 Bawean yang pertama kali menemukan tumbuhan tersebut di antara lantai hutan lembab.
Jejak dari Zaman Purba
Tumbuhan yang mereka temukan ternyata bukan sembarang anggrek. Neuwiedia veratrifolia Bl. adalah anggrek terestrial primitif, salah satu yang paling tua dalam keluarga Orchidaceae. Berbeda dari anggrek modern yang hidup menempel pada batang pohon, Neuwiedia tumbuh langsung di tanah, menyerap nutrisi dari lapisan humus dan seresah hutan yang membusuk.
Untuk memastikan identitas jenis, temuan tersebut dikonfirmasi oleh Toni Artaka, Pengendali Ekosistem Hutan pada Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), sekaligus pemerhati anggrek hutan. Dari morfologi batang, daun, dan perbungaannya, Toni memastikan bahwa spesies ini adalah Neuwiedia veratrifolia Bl
“Anggrek cantik ini cukup jarang dijumpai. Sayang, fase bunga mekar sempurnanya sudah terlewat. Salah satu anggrek penghias lantai hutan dengan warna kuning yang atraktif,” ujar Toni Artaka.
Berdasarkan referensi (Orchids of Java; Comber, 1990), Neuwiedia veratrifolia memiliki kemampuan tumbuh di rentang elevasi yang lebar, antara 250 hingga 1.200 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini dikenal memiliki sebaran geografis yang cukup luas, mulai dari Asia Tenggara: Malaysia, Borneo, Jawa, Sumatra, Maluku, dan Filipina. Pulau-pulau di Pasifik: Kepulauan Solomon dan Vanuatu hingga di bagian utara benua Australia.
Keberadaan spesies ini di berbagai pulau dan wilayah tropis menjadi bukti ketahanan evolusioner yang luar biasa, ia telah bertahan melewati perubahan iklim dan kondisi lingkungan selama ribuan tahun.
Kolaborasi Lintas UPT dan Akademisi
Penemuan ini tidak hanya menambah daftar flora langka Pulau Bawean, tetapi juga menjadi contoh nyata kolaborasi konservasi lintas lembaga dan akademisi. Meski tidak turun langsung ke lapangan, para Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dari BB TNBTS dan BBKSDA Jawa Timur terus berkoordinasi dalam proses identifikasi, verifikasi, serta optimalisasi data keanekaragaman hayati.
Kolaborasi ini memperkuat jejaring kerja konservasi di Jawa Timur, memastikan setiap temuan di lapangan dapat segera dikonfirmasi secara ilmiah. Menurut Nur Patria Kurniawan, S.Hut., M.Sc., Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, bahwa kolaborasi antar-UPT dan dunia akademik menjadi kunci dalam pengelolaan konservasi modern.
“Kami terus mendorong komunikasi aktif antar-PEH di berbagai UPT, termasuk dengan BB TNBTS dan perguruan tinggi. Sinergi ini memastikan setiap temuan biodiversitas, baik flora maupun fauna, dapat segera divalidasi dan menjadi bagian dari basis data keanekaragaman hayati Jawa Timur,” tambahnya.
Lebih jauh, Nur Patria menilai temuan anggrek purba ini memiliki nilai penting bukan hanya dari sisi ilmiah, tetapi juga filosofis.
“Hutan Bawean kembali mengingatkan kita bahwa alam masih menyimpan rahasia kehidupan yang luar biasa. Neuwiedia veratrifolia bukan hanya tumbuhan, tapi simbol keteguhan hidup, keindahan yang tidak mencari perhatian, namun tetap bertahan melintasi waktu,” ujarnya.
Pesan dari Hutan Bawean
Sebagai bagian dari ekosistem dataran rendah, Cagar Alam Pulau Bawean memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologis kawasan. Penemuan Neuwiedia veratrifolia menjadi indikator positif bahwa fungsi ekosistem di kawasan ini masih bekerja dengan baik.
Keberadaan 13 individu di dua lokasi pengamatan menandakan populasi kecil namun stabil, yang perlu terus dimonitor dan dilindungi. Di bawah naungan pepohonan tua dan cahaya yang mengintip dibalik dedaunan, jejak keindahan ini tetap hidup, meski bunganya telah gugur namun bijinya telah sukses terbang dan menyebar di sekitarnya.
Ia berdiri sebagai pengingat, bahwa keindahan sejati tidak selalu hadir dalam kemekaran, tetapi dalam keteguhan untuk terus bertahan di tengah perubahan. Dan di antara kolaborasi para penjaga hutan, peneliti, dan mahasiswa muda, keheningan hutan Bawean kembali berbicara tentang keabadian kehidupan alam. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 2 Gresik – Balai Besar KSDA Jawa Timur