Aksi Cepat Karantina Ketapang dan BBKSDA Jatim Selamatkan Ribuan Burung dari Lombok
Share

Dari balik tumpukan boks di dalam truk fuso yang menyeberang dari Lombok menuju Surabaya, ribuan burung kecil menjerit gelisah. Sebagian telah kehilangan nyawa di perjalanan panjang. Namun, di ujung pelabuhan Ketapang, tim gabungan dari BBKSDA Jatim dan Karantina berhasil memutus rantai perdagangan yang bisa berakhir pada kepunahan lokal.
Di bawah terik matahari siang yang memantul di atas dek pelabuhan Ketapang, sebuah truk box berpelat W 8816 UR berhenti di pos pemeriksaan Karantina (19/10/2025). Dari dalamnya, terdengar suara riuh ribuan burung yang saling bersahutan, seperti seruan minta tolong yang tertahan di dalam puluhan keranjang buah.
Tim Matawali Resort Konservasi Wilayah (RKW) 13 Banyuwangi–Situbondo–Bondowoso, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) V Banyuwangi segera bergabung dengan Karantina BKHIT Jatim Satpel Ketapang untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dari hasil identifikasi, terungkap fakta mencengangkan: sebanyak 3.579 ekor burung berbagai jenis diangkut dari Pulau Lombok menuju Sidoarjo dan Surabaya.
Namun, dari jumlah itu, 498 ekor ditemukan telah mati dalam perjalanan. Panas, dehidrasi, dan stres perjalanan panjang menjadi penyebab utama. Dapat dipastikan bahwa seluruh burung ini tidak termasuk satwa dilindungi.
Namun, jumlah dan cara pengangkutannya jelas melanggar prinsip kesejahteraan satwa dan berpotensi besar mengancam populasi alam di daerah asalnya. Burung-burung tersebut terdiri dari 9 jenis, di antaranya: Cinenen Jawa (2.145 ekor), Pipit Zebra (584 ekor), Isap Madu Australia (385 ekor), Kacamata Biasa (335 ekor), Bentet (38 ekor), Kepudang (28 ekor), Anis Nusa Tenggara (10 ekor), Perenjak (49 ekor) dan Gelatik Batu Kelabu (5 ekor)
Meski tidak berstatus dilindungi, perburuan dan pengiriman dalam jumlah besar ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kelestarian populasi liar di alam, terutama di wilayah Nusa Tenggara Barat. Karantina BKHIT Jatim Satpel Ketapang dan BBKSDA Jatim, kini tengah menyiapkan langkah penolakan dan pengembalian ke daerah asal (Lombok) agar burung-burung tersebut dapat dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.
Keputusan ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab moral dan ekologis, agar ribuan satwa kecil ini kembali pada fungsi pentingnya di alam: penyebar biji, pengendali serangga, dan penjaga keseimbangan ekosistem Hidup mereka bukan untuk disekap dalam sangkar, melainkan untuk menjadi bagian dari rantai kehidupan di alam bebas.
Di Balik Angka, Ada Nyawa dan Ekosistem yang Terluka
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa perdagangan burung liar antar pulau masih marak dan membutuhkan pengawasan ketat. Setiap kali seekor burung ditangkap, alam kehilangan satu penyeimbang, dan setiap kematian dalam perjalanan berarti retaknya satu simpul kehidupan di rantai ekologi Nusantara.
”Mereka hanya seukuran telapak tangan, tapi mereka membawa kehidupan dalam setiap kepakan sayapnya. Menjaga mereka berarti menjaga denyut alam Indonesia.” (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 3 Jember – Balai Besar KSDA Jawa Timur