Type to search

Berita

Ada 112.100 Burung Mendiami Calon KEE Ujung Pangkah

Share

Hal itu terungkap dalam Diskusi Kolaboratif Riset dan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Ujung Pangkah Untuk Mendukung Pengelolaan Kawasan Yang Berkelanjutan, 12 Maret 2020. Kegiatan yang digelar di Ruang Rapat Balai Besar KSDA Jatim itu dihadiri oleh sekitar 50 peserta diskusi dari Fahutan IPB, FMIPA UNAIR, FMIPA ITS, Dinas Kehutanan Prov. Jatim, Dinasl LH – Gresik, BAPPEDA – Gresik, serta Pimpinan dan staf BBKSDA Jatim.

Dalam sambutannya, Ir. Arief Mahmud, M.Si., Plt. Kepala Balai Besar KSDA Jatim, menyatakan bahwa BBKSDA Jatim memiliki 4 calon Kawasan Ekosistem Esesnsial (KEE), yakni Teluk Pangpang – Banyuwangi, Pulau Masakambing – Sumenep, Pantai Taman Kili-Kili – Trenggalek, dan Ujung Pangkah – Gresik.

“Setidaknya dijumpai 41 jenis burung di Ujung Pangkah, 24 diantaranya burung migran dan 17 jenis lainnya merupakan penetap. Selain itu dijumpai ada 4 genus mangrove di kawasan tersebut,” ujar Arief yang juga alumni Fahutan IPB tersebut.

Ia menyampaikan penghargaan kepada semua pihak yang telah mendukung proses penetapan KEE Ujung Pangkah, dan berharap kedepannya masih ada aktivitas penelitian dan lainnya yang saling mendukung antara BBKSDA Jatim dan Fakultas Kehutanan IPB.

Sementara itu Dr. Ir. Rinekso Soekmadi menyampaikan bahwa hari ini konservasi menghadapi tantangan yang luar biasa. KEE menjadi hal yang penting dalam konservasi kedepannya dan sekaligus menjadi bentuk perwujudan penyelamatan keanekaragaman hayati.

“Karena keanekaragaman hayati tidak hanya ada di dalam kawasan konservasi, dan konservasi bukan hanya tanggung jawab BKSDA saja, namun perlu juga campur tangan dari berbagai pihak termasuk Pemerintah Daerah,” tambah Dekan Fakultas Kehutanan IPB tersebut.

Pihak BBKSDA Jatim sendiri pada tahun 2017 telah melakukan Identifikasi Potensi KEE Ujung Pangkah, yang dilanjutkan dengan survey pengumpulan data dalam rangka usulan KEE Ujung Pangkah di tahun 2019. Hal itu seperti yang disampaikan Tulus Pambudi, Pengendali Ekosistem Hutan Pertama, dalam paparannya. Ia juga menyampaikan bahwa KEE Ujung Pangkah membuka peluang untuk pengembangan riset ekologi, ekonomi, serta sosial budaya, dengan berkolaborasi bersama pihak universitas dan lembaga penelitian.

Menurut Nyoto Sunyoto, selain tanah loloran, perburuan terhadap burung di ujung pangkah harus segera disikapi dengan baik, meski dari riset persepsi masyarakat terhadap keberadaan mangrove dan burung air cukup baik. Hal ini terbukti dengan banyaknya papan larangan berburu di sekitar lokasi.

“Penetapan KEE Ujung Pangkah bisa menjadi alternatif untuk memadukan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dengan konservasi keanekaragaman hayati mangrove,” simpul Nyoto.

Ia pun merekomendasikan konservasi flagship burung migran, dengan dipertahankan kawasan habitat burung. Serta perlu dilakukannya kolaborasi riset diantara peneliti untuk memperkuat data dasar ekologi dan perencanaan konservasi kehati daerah.

Di lain pihak, Zauzi dari Dinas Lingkungan Hidup Kab. Gresik berharap masyarakat dapat lebih berdaya dengan dijadikannya Ujung Pangkah sebagai Kawasan Ekosistem Esensial nanti. Karena munurutnya masyarakat saat ini berpandangan sangat pragmatis, apa yang bisa mereka dapat saat ini dari adanya KEE.

Selain Diskusi, pihak BBKSDA Jatim memberikan cindera mata dan kenang-kenangan kepada instansi yang hadir berupa buku Keanekaragaman jenis Burung di Cagar Alam Pulau Sempu. Pun demikian Departemen Konsèrvasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB memberikan buku Burung di Ujung Pangkah.

Naskah dan Foto, Agus Irwanto, Analis Data Seksi P3

Tags:

You Might also Like

Leave a Comment