128 Ekor Ular Sanca dan Monyet Liar Dievakuasi dari Tuban dan Bojonegoro
Share

Di tengah hiruk-pikuk pemukiman padat dan ladang tebu yang mengering, suara panik warga Tuban dan Bojonegoro memanggil petugas kebakaran bukan untuk api, melainkan untuk sesuatu yang merayap dan melompat, ular dan monyet. Bukan kisah fiksi, inilah potret nyata benturan ruang antara manusia dan satwa liar yang semakin kerap terjadi di Jawa Timur.
Sebanyak 76 ekor ular sanca kembang (Malayopython reticulatus) dan seekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) berhasil dievakuasi oleh tim Seksi KSDA Wilayah II Bojonegoro, Kamis, 24 Juli 2025. Satwa-satwa ini merupakan hasil penanganan konflik satwa liar yang ditangani oleh Dinas Pemadam Kebakaran di dua kabupaten berbeda yaitu Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro, sebelum akhirnya diserahkan kepada Balai Besar KSDA Jawa Timur untuk penanganan lebih lanjut.
Yang mencengangkan, ini bukan kejadian tunggal. Hanya dalam kurun waktu kurang dari empat bulan, jumlah total ular sanca yang dievakuasi dari wilayah Tuban saja telah mencapai 128 ekor. Pada bulan April 2025 lalu, sebanyak 52 ekor berhasil diselamatkan. Kini, 76 ekor lainnya kembali muncul dari sela-sela rumah dan lahan warga, menjadikan angka interaksi negatif antara manusia dan satwa liar di kawasan ini kian mengkhawatirkan.
Hal tersebut menjadi alarm serius yang menandakan adanya ketidakseimbangan ekosistem, terutama di wilayah yang mulai kehilangan ruang hijaunya. Dan kolaborasi lintas sektor seperti bersama Dinas Damkar menjadi kunci keberhasilan respons cepat dalam penanganan konflik satwa liar, dimana Konservasi bukan hanya soal kawasan, tapi soal komunikasi dan kecepatan bertindak.
Semua satwa hasil evakuasi saat ini telah dibawa ke Kandang Transit Satwa di Sidoarjo, tempat di mana mereka menjalani observasi, perawatan medis, dan pemulihan sebelum diputuskan layak dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya atau ditempatkan di lembaga konservasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Fenomena munculnya satwa liar ke permukiman manusia bukan sekadar cerita gangguan, tapi gejala ekologi yang menuntut perhatian. Ketika sungai menyempit, hutan ditebang, dan kota terus tumbuh, satwa pun tak lagi punya tempat untuk pulang. Dan saat itu terjadi, konflik bukan lagi soal mereka, tapi soal kita semua. (dna)
Sumber: Bidang KSDA Wilayah 1 Madiun – Balai Besar KSDA Jawa Timur